Pertahankan Ciri Khas, Batik Rifaiyah Perlu Regenerasi
Batang Batik Rifaiyah yang telah ada sejak pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, di masa industrialisasi ini terus digencarkan agar keberadaannya tidak hilang ditelan zaman.
Batang Batik Rifaiyah
yang telah ada sejak pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, di masa
industrialisasi ini terus digencarkan agar keberadaannya tidak hilang ditelan
zaman.
Pelestarian terus
dilakukan dengan mengenalkannya kepada generasi muda, sehingga ada ketertarikan
untuk ikut menjadi pelestari seni membatik yang dibawa oleh Kyai Ahmad Rifa’i
sebagai media perjuangan melawan penjajah Belanda.
Direktur Badan Usaha
Milik Desa (Bumdes) Mataram Sejahtera, Saiful Rohman mengatakan, salah satu
upaya untuk menunjukkan kepada generasi muda, bahwa Batik Rifaiyah masih ada
adalah dengan menggelar agenda “Perayaan
Batik Rifaiyah”.
“Kami intensif
mengenalkan ciri khas Batik Rifaiyah yang masih ada di Desa Kalipucang Wetan,”
katanya, saat ditemui, di Galeri Batik Rifaiyah, Desa Kalipucang Wetan,
Kabupaten Batang, Senin (10/10/2022).
Dalam memeriahkan
agenda tersebut, digelar pula banyak kegiatan. Antara lain : Art & Dialog
Indonesia bersama Portland Textile Month tentang Batik Rifaiyah secara virtual,
seni mural, pameran Batik Rifaiyah dan puncak acara menampilkan Rebana Klasik
Rifaiyah, pembacaan Syair Tarajumah serta diskusi budaya.
Ia mengakui, masalah
terbesar di Kampung Batik Rifaiyah adalah regenerasi pembatik muda.
“Anak-anak muda warga
Rifaiyah melestarikan budaya leluhur yang sudah mendunia ini dengan ikut
belajar dan meneruskan tradisi,” harapnya.
Salah satu pembatik
Rifaiyah, Miftakhutin mengapresiasi digelarnya agenda tersebut, agar di masa
depan ada generasi penerus yang melanggengkan adat istiadat dan budaya khas
Rifaiyah.
“Tradisi ini luar biasa
yang harus dilestarikan. Anak-anak juga mau belajar sejak dini,” kata perempuan
yang juga berprofesi sebagai pendidik di MI Al Islam Watesalit.
Di era industrialisasi
para pembatik Rifaiyah memang dilanda kecemasan, karena banyak generasi muda
yang lebih memilih pekerjaan di bidang industri.
“Kalau zaman saya dulu
semua perempuan harus bisa membatik, tapi sekarang, mereka bisa memilih profesi
apa saja yang cepat mendatangkan uang,” jelasnya.
Untuk menghafal kitab
yang berisi puji-pujian terhadap Allah SWT tidak begitu. Namun untuk proses
membatik justru perlu pembelajaran khusus.
“Untuk pembelajaran
intensif diberikan kepada siswa-siswi sejak Sekolah Dasar dalam bentuk
ekstrakurikuler. Tapi sejak pandemi kemarin belum dimulai lagi, semoga tahun
depan sudah mulai lagi,” ungkapnya.
Sementara itu, Pemerhati
batik Nia Ismoyo menambahkan, kegiatan ini perlu dilestarikan agar generasi
muda Desa Kalipucang Wetan memiliki kebanggaan terhadap budaya leluhurnya.
“Jangan cuma bermain
video game online saja, tapi yang terpenting adik-adik ini mau belajar untuk meneruskan
budaya leluhurnya, karena di dalamnya ada nilai-nilai ajaran dari Kyai Ahmad
Rifa’i dalam kehidupan masa depan,” ujar dia. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)