Kerajinan Kulit Masin, Tetap Diminati di Tengah Pandemi
Batang - Kerajinan kulit mulai dari tas dan sepatu di Desa Masin Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang, tetap diminati konsumen dari kota-kota besar di Jawa seperti Tegal, Semarang, Jakarta dan Surabaya. Bahkan pembeli dari luar pulau seperti Kalimantan dan Sulawesi pun rela memesan melalui media online.
Batang - Kerajinan kulit mulai dari tas dan sepatu
di Desa Masin Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang, tetap diminati konsumen
dari kota-kota besar di Jawa seperti Tegal, Semarang, Jakarta dan Surabaya.
Bahkan pembeli dari luar pulau seperti Kalimantan dan Sulawesi pun rela memesan
melalui media online.
“Distribusi kami juga merambah ke luar daerah,
karena pemanfaatan media online untuk memasarkan beragam jenis produk. Mereka
bisa langsung membuka di laman http://Brawnyleather.com,” ungkap Suni Candra
Purnama, pengusaha tas kulit, di Desa Masin Kecamatan Warungasem, Kabupaten
Batang, Senin (29/3/2021).
Para perajin kulit yang telah puluhan tahun menekuni
profesinya , tetap menunjukkan eksistensi meski dampak ekonomi dari pandemi
Covid-19 cukup dirasakan mayoritas perajin.
“Ke depan kami akan lebih memaksimalkan promosi agar
warga lokal makin tertarik dan mengenal, bahwa Desa Masin sudah sejak dahulu
jadi sentra produksi kerajinan kulit. Jangan sampai kita kalah mutunya dengan
daerah lain,” katanya.
Ia menerangkan, selain produknya diminati konsumen
luar Jawa, namun pembeli dari kalangan menengah atas pun memesannya secara
rutin, karena kualitas yang terjamin.
Produk tas dijual dengan harga Rp750 ribu hingga Rp3
juta, dompet Rp185 ribu hingga Rp375 ribu,” terangnya.
Di masa pandemi ini para perajin banyak yang
mengalami penurunan penjualan, namun kreativitas untuk menghasilkan model-model
poduk yang kekinian bisa menjadi solusi, diimbangi promosi di media online,
dapat menyemangati kami ketika situasi sudah kembali kondusif, saatnya berada
pada posisi meningkat.
Zubaidi perajin sepatu dan sandal kulit, mengakui
usahanya terdampak adanya pandemi. Hal itu dikarenakan usahanya tergantung dari
pemesanan konsumen yang langsung berkunjung ke tempat produksinya.
“Kami tidak buka di toko atau cabang, tapi dibuat
langsung di tempat produksi. Orang yang mau pesan ya datang langsung untuk
memilih model hingga ukuran kaki,” ungkapnya.
Setelah munculnya pandemi penjualan menurun hingga
50 persen. Jika sebelum pandemi tiap hari dapat memproduksi sepatu atau sandal
lima pasang, namun kini hanya dua pasang.
“Sepatu dan sandalnya berbahan dasar kulit sapi.
Harga sepatu dijual dengan harga Rp350 ribu hingga Rp600 ribu dan sandal Rp225
ribu hingga Rp350 ribu,” jelasnya.
Jika sebelum pandemi pemasaran merambah ke DKI
Jakarta untuk cinderamata, namun selama pandemi pemesan hanya didominasi dari
masyarakat lokal seperti Kabupaten Batang, Kabupaten dan Kota Pekalongan.
“Jika mau memesan, proses produksi memakan waktu dua
pekan. Jadi datang langsung ke sentral kerajinan kulit Masin saja, untuk
memilih produknya,” tuturnya.
Ditemui secara terpisah, Camat Warungasem, Darsono
mengatakan, meskipun seluruh pihak merasakan dampak pandemi, tetapi bagi pelaku
usaha kerajinan kulit di Desa Masin tak begitu terasa.
“Kalau usaha kulit di Warungasem Insyaallah masih tetap berjalan, perajin
maupun pengusaha kulit berskala besar. Dari awal memang sudah menjadi kegiatan
warga setempat yang berkompeten di bidang tersebut, sehingga walaupun di masa
pandemi mungkin agak berkurang, tapi pemesanan masih berjalan lancar,” ujar dia.
Hasil produksinya beragam mulai tas, sepatu,
ikat pinggang dan lainnya. Harapannya, usaha kerajinan tersebut tetap berusaha
semaksimal mungkin, agar dapat memberdayakan warga setempat, sehingga membantu
perekonomian. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)