Meroketnya Harga Kedelai, Pengusaha Tahu Batang Tetap Produksi Dengan Mengurangi Jumlahnya
Batang - Salah pengusaha tahu rumahan di Kabupaten Batang, Amang Adiwiyoto, masih tetap memproduksi tahu meskipun harga kedelai meroket.
Batang - Salah
pengusaha tahu rumahan di Kabupaten Batang, Amang Adiwiyoto, masih tetap
memproduksi tahu meskipun harga kedelai meroket.
Saat ditemui di lokasi
produksi tahu miliknya, Kebonan Kelurahan Proyonanggan Utara Kecamatan Batang,
Amang mengatakan bahwa harus mengurangi produksi untuk mensiasati tingginya
harga kedelai import yang saat ini sudah mencapai Rp11.000,00 per kg.
“Kalau kenaikan ini
memang cukup lumayan terasa banget. Apalagi di masa pandemi begini. Kita serba
salah, mau naik harga juga susah, kalau enggak naik harga juga kita kesusahan.
Mau tidak mau dinaikkan,” katanya saat ditemui di rumahnya Dukuh Kebonan,
Kelurahan Proyonanggan Utara, Kabupaten Batang, Senin (21/2/2022).
Harga kenaikan kedelai
sendiri secara bertahap tidak langsung naik tinggi mulai dari sebelum lebaran
sampai sekarang yang mengalami kenaikan tertinggi.
Pengurangan jumlah
produksi tahu dilakukan sejak harga kedelai bertahap mengalami kenaikan sejak
beberapa bulan lalu, yang saat itu mulai dari Rp7.500,00 hingga saat ini
Rp11.000,00.
“Naiknya itu bertahap,
dulu itu dari Rp7.500,00 terus naik ke
Rp9.000,00, sekarang kok malah Rp11.000,00, kita sebagai pelaku UMKM jujur saja
kelimpungan, harus pintar-pintar mensiasatinya agar produksi tetap berjalan,” ungkapnya.
Amang menyampaikan,
sebelumnya setiap hari ia memproduksi tahu hampir 200 kwintal saat ini
dikurangi menjadi 150 kwintal perharinya.
“Ini dari saya dijual
Rp420,00 per potong, kalau sebelumnya Rp400,00 naik perlahan sedikit sedikit ya
walaupun kadang ada yang protes, memang kalau harganya yang dinaikkan agak
berat ke konsumennya,” terangnya.
Terkait banyaknya
pengrajin tahu dan tempe yang mogok produksi imbas kenaikan harga kedelai, dia
memilih tetap bertahan produksi lantaran melihat karyawannya yang menyandarkan
pemasukan dari produksi tahu miliknya.
“Ya kalau yang lainnya
mogok silahkan itu pilihan mereka, tapi kalau saya yang terpenting usaha masih
bisa jalan meskipun keuntungan sedikit, karyawan masih bisa bekerja,” jelasnya.
Saya sendiri memiliki 6
orang karyawan dan mereka semua punya keluarga. Jadi saya harus menggaji mereka
setiap hari perorang Rp100.000,00 belum juga ditambah biaya operasional seperti
solar dan kayu.
“Makanya tidak melakukan
mogok, karena kasihan kepada karyawan yang menggantungkan ekonomi pada
pekerjaannya membuat tahu. Cukup ekonomi saya yang merosot tapi jangan karyawan,”
tegasnya.
Sebagai pengusaha
kecil, ia berharap pemerintah bisa berupaya untuk menekan harga kedelai dan
juga minyak goreng.
“Tentu naiknya kedelai
ini berdampak sekali bagi kami, minyak goreng belum stabil ini ditambah bahan
baku utamanya yang naik, apalagi situasi masih pandemi ekonomi juga belum
stabil bagi pelaku UMKM seperti kami,” ujar dia.
Ia berharap. Pemerintah
bisa berupaya menekan dan menurunkan kenaikan harga tersebut agar pengusaha
kecil bisa tetap berjalan. (MC Batang, Jateng/Roza/Jumadi)