Cetuskan Remaja Ber-GAYA, Kebaya Foundation Tunjukkan Keanggunan Wanita Indonesia
Batang - Bagi kaum hawa kebaya bukanlah sekadar pakaian yang hanya dikenakan di saat momentum tertentu saja, namun memiliki makna keanggunan bagi wanita yang mengenakannya. Kepengurusan Kebaya Foundation Kabupaten yang baru saja dikukuhkan, dengan Sri Beny sebagai ketua, oleh Ketua Umum Kebaya Foundation Tuti Nusandari Roesdiono dipandang perlu merealisasikan Gerakan Anak Muda Berkebaya (GAYA).
Batang -
Bagi kaum hawa kebaya bukanlah sekadar pakaian yang hanya dikenakan di saat
momentum tertentu saja, namun memiliki makna keanggunan bagi wanita yang
mengenakannya. Kepengurusan Kebaya Foundation Kabupaten yang baru saja
dikukuhkan, dengan Sri Beny sebagai ketua, oleh Ketua Umum Kebaya Foundation
Tuti Nusandari Roesdiono dipandang perlu merealisasikan Gerakan Anak Muda
Berkebaya (GAYA).
“Tujuannya
agar kebaya sebagai busana hasil akulturasi dari berbagai budaya makin dikenal
dan mampu meningkatkan perekonomian Nusantara lewat UMKM,” kata Ketua Umum
Kebaya Foundation Tuti Nusandari Roesdiono, usai melantik, di Aula Kantor
Bupati Batang, Kabupaten Batang, Sabtu (21/9/2024).
Secara
nasional, respons positif ditunjukkan kaum muda, pasca dikukuhkannya Kebaya
Foundation di berbagai daerah.
“Dengan
dibentuknya Gerakan Anak Muda Berkebaya (GAYA), bisa jadi pemicu ketertarikan
anak muda pada kebaya. Sama halnya di sini dalam waktu dekat juga akan dibentuk
gerakan yang sama,” jelasnya.
Ketua
Kebaya Foundation Batang Sri Beny mendukung, penuh gerakan tersebut dengan
segera mempromosikan gerakan berkebaya pada anak muda Batang.
“Kami
mulai dulu dengan menyosialisasikan ke sekolah-sekolah, untuk dijadikan
pembiasaan lewat gerakan Selasa Berkebaya,” tegasnya.
Pembudayaan
itu akan dilakukan mulai dari anak-anak hingga dewasa, agar terbiasa mengenakan
kebaya.
Sementara
itu, Wakil Ketua 1 Kebaya Foundation GRAy Febri Hapsari Dipokusumo menerangkan,
apabila kebaya akan dikenakan saat upacara adat di keraton manapun, tentu
memiliki pakem yang tidak dibolehkan dihilangkan.
“Motif
batiknya tidak boleh Parang dan Lereng begitu masuk Keraton Surakarta maupun
Yogyakarta, berkonde dengan model tertentu, kebaya tidak boleh bermotif lurik
dan panjang. Setidaknya harus mengenakan kebaya Kartini sedikit bermotif Kutu
Baru,” ungkap wanita yang juga istri dari KGPH. Dipokusumo, Pengageng Parentah
Keraton Surakarta Hadiningrat.
Namun
dikarenakan perkembangan zaman, dikembangkan pula motif baru, di antaranya Kutu
Baru, Labuh dari Riau, Encim dan yang sedang digandrungi kebaya Gulon yang
tertutup sebagai alternatif bagi yang berhijab.
“Agar
remaja putri terbiasa mengenakan kebaya, tentu mulai dari ibunya juga harus
membiasakan diri mengenakan kebaya. Ibu adalah contoh nyata, jadi mari para
perempuan Indonesia, tidak hanya menonjolkan kepandaiannya, tapi yang
terpenting membangun mental dan karakter ketimuran,” pungkasnya. (MC Batang,
Jateng/Heri/Jumadi)