Hindari Bala, Warga Silurah Langgengkan Nyadran Gunung
Batang - Warga Desa Silurah Kecamatan Wonotunggal hingga kini masih melanggengkan adat tradisi Nyadran Gunung dari leluhurnya, yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Batang - Warga Desa
Silurah Kecamatan Wonotunggal hingga kini masih melanggengkan adat tradisi
Nyadran Gunung dari leluhurnya, yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Rangkaian upacara adat
pun digelar selama beberapa hari sebagai upaya agar kehidupan mereka tetap
sejahtera dan terhindar dari bala atau malapetaka.
Kepala Desa Silurah
Suroto mengatakan, tradisi Nyadran Gunung Silurah telah dilakukan oleh para
leluhur sejak 500 tahun lalu. Berawal ketika munculnya bala atau malapetaka,
maka pemimpin adat kala itu mendapat petunjuk lewat sebuah mimpi untuk
melakukan beberapa ritual agar penyakit tersebut segera sirna.
“Tiap malam Jumat
Kliwon Jumadil Awal dalam penanggalan Islam, seluruh warga desa menggelar
tasyakuran dengan ider-ider desa atau keliling desa sambil memanjatkan doa.
Keesokan harinya tokoh adat memotong kambing kendit yakni berbulu hitam namun
ada bagian tubuh tertentu yang berwarna putih di lereng Gunung Ronggokusumo,
diiringi gending Jawa lalu sesepuh adat naik ke gunung untuk mendoakan leluhur,”
terangnya, saat ditemui, di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten
Batang, Sabtu (29/7/2023).
Salah satu perangkat
desa, Waluyo menerangkan, setelah kambing kendit dipotong dan ditanam di tempat
tertentu.
“Dagingnya dimasak
sebagian dijadikan sesaji yang diletakkan di lima titik, salah satunya di Watu
Larangan (batu larangan). Dan daging lainnya dimakan bersama,” jelasnya.
Disdikbud Kabupaten
Batang melakukan pengkajian terhadap adat dan tradisi Nyadran Gunung Silurah,
untuk direkomendasikan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb), agar mendapatkan
pengakuan dari Provinsi Jawa Tengah, berkat kentalnya aktivitas kebudayaan yang
masih dilanggengkan warga setempat.
Sementara itu, Anggota
tim WBTb Mulyono Yahman mengatakan, sejumlah langkah perlu dilakukan seperti
penelusuran fakta-fakta kegiatan kebudayaan yang masih lestari sejak pertama
kali digelar hingga kini oleh masyarakat adat setempat.
“Nyadran Gunung Silurah ini sudah menjadi budaya
turun menurun dari para leluhur yang sampai sekarang masih dibiasakan. Tujuan
akhirnya adalah wujud penghormatan terhadap arwah para leluhurnya,” tandasnya.
(MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)