Rutan Batang Beri Kesempatan WBP Jadi Musisi Kekinian
Batang - Rutan Kelas IIB Batang menggelar Festival Lagu Perjuangan yang diikuti tiga grup band dari para Warga Binaan Pemasyarkatan (WBP), sebagai ajang untuk mengekspresikan diri yang dimungkinkan bagi yang berbakat diberikan akses menjadi musisi kekinian sekaligus menanamkan jiwa kepahlawanan.
Batang - Rutan Kelas IIB Batang menggelar Festival
Lagu Perjuangan yang diikuti tiga grup band dari para Warga Binaan
Pemasyarkatan (WBP), sebagai ajang untuk mengekspresikan diri yang dimungkinkan
bagi yang berbakat diberikan akses menjadi musisi kekinian sekaligus menanamkan
jiwa kepahlawanan.
Tema yang diambil adalah lagu-lagu seputar
perjuangan, untuk memeriahkan Hari Pahlawan serta memupuk rasa kebangsaan.
Kepala Rutan Batang Rindra Wardhana menyampaikan,
festival ini untuk memahami semangat para pahlawan dahulu yang berjuang untuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Lewat lagu-lagu perjuangan yang ditampilkan, batin
mereka bisa tersentuh. Nantinya akan ada suatu perubahan dalam bersikap dan
berperilaku,” katanya, saat menyaksikan festival musik akustik WBP, di Aula
Rutan Kabupaten Batang, Rabu (10/11/2021).
Menurut dia, melalui syair-syair dalam lagu,
tentunya segala sesuatu menjadi lebih mengena.
“Apalagi mereka di dalam Rutan serba terbatas, maka
festival ini juga sebagai sarana hiburan bagi WBP. Mereka wajib menyanyikan
tiga lagu wajib yakni Kebyar-Kebyar, Syukur dan lainnya,” ungkapnya.
Ia mengaku, festival ini baru digelar untuk pertama
kalinya bagi para WBP. Dan diharapkan kedepan ada tindak lanjut yang intensif.
Terlebih ada seorang WBP yang berbakat di dunia tarik suara, karena pernah
membentuk sebuah band sebelum berada di Rutan.
“InsyaAllah kalau mereka berjuang keras pasti bisa
jadi musisi baru atau membentuk grup band kekinian,” harapnya.
Untuk mendukung potensi WBP di dunia musik, bukan
tidak mungkin Rutan Batang mengundang penyanyi atau musisi nasional, agar
mereka termotivasi menghasilkan karya yang unik.
“Lewat musik, semoga mereka bisa membuat perubahan. Jangan
cuma bermusik, tapi ada nilai-nilai positif, yang harus ditransfer,” tuturnya.
Dalam festival ini, WBP dituntut mampu menunjukkan
penguasaan lagu, panggung, kostum dan lainnya, yang menunjang penampilan
selaras dengan lagu yang dibawakan.
Salah satu WBP, Danang dari Blok Edelweis mengakui
bahwa sebelum menjadi WBP, ia bersama teman-temannya pernah membentuk grup band
dan telah sering menampilkan lagu-lagu bergenre pop hasil ciptaan sendiri.
“Dulu sering manggung bersama teman-teman komunitas
musik di Batang. Saya sering main di Batang, Pekalongan dan luar daerah,” jelasnya.
Sebagai pegiat musik, ia memandang penting lagu-lagu
perjuangan karena bisa memotivasi diri, agar lebih memiliki rasa nasionalisme,
mengingat dan menghargai perjuangan para pahlawan.
Ia menuturkan, lagu-lagu perjuangan yang telah
diciptakan dari komposer awalnya, sebetulnya sudah sangat bagus.
“Kalaupun mau diaransemen ulang, tergantung
kreativitas musisinya. Kalau diaransemen menggunakan musik keroncong bagus,
rock juga bagus,” kata pria yang sangat mengidolakan musisi Ariel “Noah”.
Ia mengharapkan, musisi Indonesia tidak melupakan
jasa-jasa pahlawan, dengan mengaransemen lagu-lagu perjuangan dengan media yang
sudah ada, supaya lebih menjadi Indonesia.
“Saya lebih condong menciptakan syair-syair lagu
yang bertemakan kritik sosial, terkadang juga lagu cinta yang melukiskan
perasaan kasih dan sayang,” ujar dia.
Melihat generasi milenial yang sebagian lebih
melirik lagu-lagu dari musisi asing, ia tidak terlalu mempermasalahkannya.
“Itu hak asasi masing-masing orang, tapi alangkah
lebih baiknya kita menghargai jenis musik yang sudah ada di Indonesia.
Musik-musik negeri kita lebih memiliki ciri khas tersendiri, misalnya
keroncong, langgam,” imbuhnya. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)