Home / Berita / Sosial / DIRGAHAYU INDONESIA, RELIGIUSITAS DAN NASIONALISME

Berita

Dirgahayu Indonesia, Religiusitas dan Nasionalisme

Batang - Religiusitas dan nasionalisme tak dapat dipisahkan. Para pejuang kemerdekaan telah memberi contoh nyata kepada kita semua.

Batang - Religiusitas dan nasionalisme tak dapat dipisahkan. Para pejuang kemerdekaan telah memberi contoh nyata kepada kita semua.

Para ulama dan santri ketika berjuang merebut kemerdekaan dari penjajah, itulah bentuk nasionalisme. Pertempuran 10 November di Surabaya yang dipimpin oleh Kiai, itulah jihad dalam rangka membela negaranya, jihad dalam bingkai nasionalisme.

Penjajah menyebut para pejuang sebagai pemberontak, kita menyebutnya sebagai pahlawan kemerdekaan.

“Mau dari sisi mana melihatnya? tentunya kita melihat dari sisi sebagai anak bangsa Indonesia, mereka pahlawan kemerdekaan,” kata Pimpiman Pondok Modern Tazakka, KH. Anizar Masyhadi, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (17/8/2020).

Umat Islam memahami nasionalisme adalah sebagai ajaran/doktrin agamanya. "Cinta tanah air merupakan bagian keimanan, demikianlah doktrin ajaran agama yang ditanamkan sejak kecil kepada umat Islam.

Semakin religius maka akan menjadi semakin nasionalis, begitu rumusnya. Jika para ulama yang religius itu dulu tidak nasionalis, mana mungkin beliau-beliau mau memimpin gerakan perlawanan terhadap penjajah.

“Jika mereka tidak punya nasionalisme dan patriotisme yang kuat, mungkin akan berbeda cerita tentang NKRI hari ini, dan kita mungkin belum bisa menikmati kemerdekaan ini,” imbuhnya.

Deretan nama-nama pahlawan nasional kita; sebagian besar adalah ulama, kyai pesantren dan para santri, mereka adalah syuhada yang mempertaruhkan nyawanya untuk merebut kemerdekaan dari penjajah.

Menjadi aneh kalau saat ini 75 tahun Indonesia merdeka, masih ada saja yang mempertentangkan antara religiusitas dan nasionalisme, menghadap-hadapkan Islam dan Pancasila. Indonesia dengan UUD 1945 dan Pancasilanya sudah harga mati, tidak bisa diubah-ubah lagi.

“Kita sebagai generasi pasca kemerdekaan, seharusnya bersyukur dapat menikmati kemerdekaan, yaitu dengan cara totalitas membela negara dan bangsanya, menjadikan sumber daya alam Indonesia sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana termaktub dalam amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3; "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".” tandasnya.

Makna kemerdekaan sejatinya adalah; merdeka/berdaulat bangsanya secara politik, kuat ekonominya, pendidikannya maju, kesehatan masyarakat terjamin, kebebasan berpendapat dan beraktivitas dalam koridor NKRI.

Akan menjadi kufur nikmat jika 75 tahun merdeka, kita belum dapat bersatu, belum bisa berdiri diposisi yang sama untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat Ibrahim ayat 7: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat berat/pedih.

“Dirgahayu Indonesia ke-75, mari bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga keIndonesiaan kita yang majemuk dengan penuh toleransi, guyup rukun, menatap Indonesia yang maju, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur,” pungkasnya. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)