Limbah Batubara PLTU Batang Kategori Non-B3, Undip Siap Sulap Jadi Rumah Ikan
Batang - Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah Lilik Harnadi menyatakan saat ini limbah batubara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sudah dikategorikan sebagai limbah Non-B3.
Batang - Kepala Bidang
Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Jawa Tengah Lilik Harnadi menyatakan saat ini limbah batubara Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) sudah dikategorikan sebagai limbah Non-B3.
Penelitian dan
implementasi itu, akan ditunjukkan oleh Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang
yang bermitra dengan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI).
“Fly Ash dan Bottom Ash
(FABA) limbah hasil pembakaran batubara PLTU 2x1.000MW bisa bermanfaat
untuk rumah ikan, sebagai terumbu karang buatan,” katanya saat Sosialisasi Implementasi Aplikasi
Teknologi Restorasi Ekosistem Pesisir Berbahan Beton dari Limbah Batubara untuk
pengembangan Blue Economy di Aula DPMPTSP Batang, Kabupaten Batang, Selasa
(12/9/2022).
Pemanfaatan limbah FABA
ini, tidak hanya untuk pembuatan rumah ikan atau terumbu karang buatan saja,
tapi bisa juga untuk penanggulangan abrasi, paving block, batako, jalan cor,
dan lainnya.
Program Kedaulatan
Indonesia dalam Reka Cipta (Kadaireka) di danai Kementerian Pendidikan
Kebudayaan Riset dan Teknologi dan didukung oleh UNDIP yang bermitra dengan PT
BPI.
“Program Matching Fund
2022 ini akan memfokuskan pada pemanfaatan limbah FABA untuk rumah ikan dan
terumbu karang buatan, dengan melibatkan pemerintah, akademisi, BPI, dan
nelayan,” jelasnya.
Kepala Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kabupaten Batang, Akhmad Handy Hakim juga menegaskan, berdasarkan
Peraturan Pemerintah 22/2022 menerangkan FABA sebagai limbah Non-B3 dapat
dimanfaatkan oleh sendiri atau pihak lain sebagai substitusi bahan baku
substrat atau sesuai dengan pengembangan IPTEK.
Program penelitian dan
sekaligus implementasi aplikasi teknologi restorasi ekosistem pesisir berbahan
beton dari limbah batubara (FABA) sangat penting untuk disampaikan kepada
publik.
“Ini merupakan salah
satu program yang luar biasa buat Kabupaten Batang, jika ini benar-benar
berhasil, maka akan menunjukkan kepada publik bahwa FABA yang dihasilkan dari
PLTU Batang, bisa dikembalikan lagi untuk kepentingan masyarakat yang
bermanfaat. Baik itu untuk nelayan dengan program rumah ikan, penanggulangan
abrasi, dan usaha pembuatan paving, batako dan jalan cor,” terangnya.
Sementara itu, Ketua
Program Matching Fund 2022, kemitraan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi, UNDIP dan BPI, Munasik menjelaskan, program ini melibatkan
75 mahasiswa magang dan KKN dari UNDIP yang akan disebar di empat desa, yakni
Desa Klidang Lor, Desa Depok, Desa Ujungnegoro dan Desa Kedungsegog selama 45
hari.
Mereka akan melakukan
diskusi dan menerima masukan dari para nelayan terkait program ini, termasuk
penempatan rumah ikan yang terbuat dari limbah FABA PLTU Batang.
“Kami berterima kasih
kepada BPI yang sudah mendukung program Matching Fund 2022 ini, sehingga kami
bisa mengimplementasikan aplikasi teknologi restorasi ekosistem pesisir berbahan
beton dengan memanfaatkan limbah batubara untuk pengembangan blue economy di
Kabupaten Batang,” tegasnya.
Ia menjelaskan, bahwa
kegiatan ini akan difokuskan di empat wilayah desa, yakni Desa Ujungnegoro,
Desa Depok, Desa Kedungsegog dan Desa Klidang Lor.
Hal ini juga untuk
mengoptimalkan program yang akan dicapai melalui beberapa tahapan kegiatan
seperti, sosialiasi program pada level kabupaten, desa, Focus Discussion (FGD) di empat desa program, dan monitoring
evaluasi.
“Kami melibatkan
mahasiswa magang UNDIP melalui pembuatan Artificial Patch Reef (APR) dan
Artificial Fish Apartement (AFA) oleh 25 mahasiswa magang. Kemudian melibatkan
50 mahasiswa KKN untuk pemetaan masalah untuk pengelolaan sumber daya laut dan
pesisir di perairan Kabupaten Batang melalui program CSR BPI,” terangnya.
Munasik juga
menambahkan, bahwa pada saat penenggelaman rumah ikan juga akan dilakukan
setelah mendapatkan masukan atau saran dari para nelayan.
“Kami tidak serta merta
menenggelamkan rumah ikan, tanpa koordinasi dengan para nelayan, karena ini
untuk kepentingan para nelayan dalam pencarian ikan. Mereka juga harus tahu
manfaat rumah ikan, cara merawat dan menjaga, serta lokasi penempatan rumah
ikan yang sesuai dengan alokasi ruang RZWP3K Provinsi Jawa Tengah,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang
sama, salah satu tokoh nelayan Batang, Karbukti menyampaikan, program pemanfaatan
limbah FABA batubara dari PLTU Batang untuk pembuatan rumah ikan atau terumbu
karang ini benar-benar bermanfaat bagi para nelayan.
Setiap titik
penenggelaman rumah ikan, harus diberi tanda sehingga para nelayan mengetahui
keberadaan rumah ikan tersebut.
“Kami mendukung program
pemerintah ini, apalagi dengan membuatkan rumah ikan atau terumbu karang. Saya
meminta kepada adik-adik mahasiswa yang bertugas di empat desa ini agar
benar-benar mempertimbangkan usulan atau masukan dari para nelayan, agar
sama-sama diuntungkan,” ungkapnya.
Tanda titik rumah ikan
tetap harus dipasang yang kokoh, agar tidak dicuri atau dipotong oleh orang
yang tidak bertanggungjawab. (MC Batang, Jateng/Edo/Jumadi)