Home / Berita / Seni dan Budaya / KISAH SEJARAH KYAI HASAN SURGI JATIKUSUMO DI BATANG

Berita

Kisah Sejarah Kyai Hasan Surgi Jatikusumo di Batang

Batang - Kyai Hasan Surgi Jatikusumo merupakan sosok yang bersejarah di Kabupaten Batang. Ketika tanah Jawa masih di bawah kendali Pemerintah kolonial Hindia Belanda, Sejarah mencatat pernah terjadi pemberontakan pribumi, sebuah gerakan perlawanan besar dan menyeluruh.

Batang - Kyai Hasan Surgi Jatikusumo merupakan sosok yang bersejarah di Kabupaten Batang. Ketika tanah Jawa masih di bawah kendali Pemerintah kolonial Hindia Belanda, Sejarah mencatat pernah terjadi pemberontakan pribumi, sebuah gerakan perlawanan besar dan menyeluruh.

Pertempuran yang berdurasi setengah dekade antara tahun 1825 sampai 1830 ini dikenal dengan sebutan perang jawa. Perang yang oleh orang Eropa disebut Great War Adalah Raden Mas Ontowiryo yang bergelar Pangeran Diponegoro sebagai aktor Intelektualnya.

Pangeran Diponegoro lebih menyukai kehidupan berbau Agama, oleh pengikutnya tidak hanya dianggap sebagai komandan perang tapi juga sekaligus pemimpin spiritual. Ketika ada perang jawa banyak dibantu oleh kalangan santri.

Salah satunya ialah Kyai Hasan Surgi Jatikusumo putra ke 3 dari 10 bersaudara Raden Syamsuri yang masih kerabat Keraton Jogjakarta, oleh Pangeran Diponegoro ditempatkan sebagai telik sandi di wilayah Batang suatu daerah terpencil di kawasan Pantai Utara Jawa Tengah

“Ceritanya berawal pasca tertangkap serta dibuangnya Pangeran Diponegoro keluar Jawa oleh Pemerintah kolonial Hindia Belanda dan Perang Jawa berakhir dengan kekalahan pihak tentara Pribumi,” Kata Juru Kunci Makam Kyai Hasan Surgi Jatikusumo Rahayu Slamet (61) saat ditemui di Kedungdowo, Desa Pasekaran, Kabupaten Batang, Rabu (9/3/2022).

Kyai Hasan Surgi Jatikusumo yang belum sirna rasa kecewanya tidak kembali ke kampung Halaman, tetapi lebih memilih menetap untuk berkhalwat, mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah dan menenangkan diri.

Kyai Haasan Surgi Jatikusumo, lanjut dia, menempati sebuah tempat sejuk, tanah pardikan atau tanah bebas pajak yang terletak di tepi kali Kramat sebuah sungai yang airnya tak pernah kering sepanjang musim atau tepatnya di Dukuh Kedungdowo Desa Pasekaran Batang, hingga sampai ketika jiwanya sudah tenang dan mantap.

“Beliau bersama sahabat sehatinya Kyai Asnawi mendirikan sebuah padepokan sembari untuk dakwah Islam membumikan ajaran langit melalui pendekatan budaya hingga akhir hayatnya, meski tugas dan tujuan utamanya bukan untuk berdakwah. Tapi sekarang dikenal sebagai penyiar Islam yang berpengaruh di Kabupaten Batang,” jelasnya.

Beliau dimakamkan bersama kakak perempuannya Den Ayu Wali Putri Kenongo dari Kerajaan Mataram.

“Sepengetahuan saya sebagai juru kunci adanya haul setelah dibangunnya bangunan pendopo di makam beliau. Sebelumnya hanya diperingati setiap hari Jumat Kliwon bulan Rajab,” terangnya.

Saya sendiri adalah juru kunci ke delapan yang terpilih langsung dari darah keturunan beliau. Kalau dikisahkan itu pemilihan seorang juru kunci Kyai Hasan Surgi Jatikusomo akan dipilih langsung oleh beliau dengan kehadiran beliau didalam mimpi untuk dipilih sebagai juru kunci, maka dari itu nanti anak-anak saya belum tentu akan menjadi penerus juru kunci disini.

“Biasanya orang-orang yang berkunjung ke makam mereka punya hajat melalui doa yang dipanjatkan disini, tapi harus waktu Jumat Kliwon bulan Rajab, agar hajatnya dipenuhi karena kalau hari biasa tidak bisa,” ujar dia. (MC Batang, Jateng/Roza/Jumadi)