Bupati Batang : Melestarikan Adat Namun Tak Berkerumun
Batang - Sebagai tanda pelestarian terhadap budaya leluhur, menjelang Hari Jadi ke-54, Pemerintah Kabupaten Batang hanya melaksanakan adat istiadat namun dengan prosesi yang sangat sederhana dan tidak berkerumun.
Batang - Sebagai tanda pelestarian terhadap budaya
leluhur, menjelang Hari Jadi ke-54, Pemerintah Kabupaten Batang hanya
melaksanakan adat istiadat namun dengan prosesi yang sangat sederhana dan tidak
berkerumun.
Para sesepuh adat yang berjumlah tujuh orang cukup
mengkirab Tombak Pusaka Kyai Abirawa beserta Keris Piyandel Adipati Pertama,
Payung Sungsung Tunggul Naga dan tiga tombak pengiring berkeliling kompleks
Kantor Bupati Kabupaten Batang.
“Besok Rabu (8/4) Hari Jadi Kabupaten Batang, ini
kan adat yang biasanya dikirabkan, sesuai di pidato ulang tahun, kita tidak ada
acara apa-apa. Cuma karena ini tradisi tetap dilaksanakan tanpa kirab, yang
penting adat dan tradisi lestari,” kata Bupati Batang Wihaji, usai
menyemayamkan Tombak Pusaka Kyai Abirawa di Gedung Pusaka, Kabupaten Batang,
Selasa (7/4/2020).
Ia menegaskan, yang patut digaris bawahi adalah di
tengah pandemi Covid-19, semua pembawa pusaka mempraktikkan protokol kesehatan,
dengan tetap mengenakan masker.
“Dalam melaksanakan tradisi ini dilakukan
sesederhana mungkin dan tidak melibatkan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan
kerumunan massa,” jelasnya.
Bupati Wihaji menambahkan, menjelang Hari Jadi Kabupaten
Batang memang ada doa khusus yang dipanjatkan kepada Allah Ta’ala.
“Nanti malam kita menggelar doa bersama dan khotmil
quran secara online melalui chanel youtube Batangtv. Salah satunya mendoakan
agar problem Corona segera selesai,” tandasnya.
Sementara, salah satu keturunan Kanjeng Adipati
Raden Suryodiningrat, Raden Susanto Waluyo mengutarakan, kegiatan kali ini
lebih sederhana dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena masyarakat
Kabupaten Batang sedang dalam suasana pandemi Covid-19. Hal itu sesuai arahan
dari Pemerintah Pusat, untuk menghindari munculnya kerumunan massa.
“Kita berupaya melestarikan adat istiadat, untuk
tidak meninggalkan budaya dan memohon kepada Allah Ta’ala, supaya virus Corona
di Kabupaten Batang segera sirna,” terangnya.
Raden Susanto memaparkan, ada doa-doa khusus yang
dipanjatkan saat prosesi para sesepuh mengkirab enam pusaka itu.
“Kita memanjatkan doa tolak bala (penangkal bencana) dalam bentuk macapat (tembang tradisional Jawa). Tujuannya supaya segala wabah
dan penyakit sirna dari bumi Kabupaten Batang,”
pungkasnya. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)