Tahun 2024, Produksi Padi di Batang Turun 4,39 Persen

Batang - Kabupaten Batang merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki potensi besar dalam produksi padi. Pertanian di wilayah ini menjadi sektor utama yang menopang perekonomian masyarakat. Pada tahun 2024, produksi padi di Kabupaten Batang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Batang - Kabupaten Batang merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki potensi besar dalam produksi padi. Pertanian di wilayah ini menjadi sektor utama yang menopang perekonomian masyarakat. Pada tahun 2024, produksi padi di Kabupaten Batang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Publikasi
Berita Resmi Statistik (BRS) No. 17/03/33/Th. XIX, 3 Maret 2025 yang
diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa
luas panen padi di Kabupaten Batang tahun 2024 diperkirakan mencapai sekitar
25,54 ribu hektare, mengalami penurunan sebanyak 1,15 ribu hektare atau turun
4,32 persen dibandingkan luas panen padi tahun 2023 yaitu sebesar 26,69 ribu
hektare.
Kepala
BPS Batang Heni Djumadi mengatakan, produksi padi tahun 2024 diperkirakan
mencapai sebesar 139,93 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami penurunan
sebanyak 6,43 ribu ton GKG atau turun 4,39 persen dibandingkan produksi padi di
tahun 2023 yang sebesar 146,35 ribu ton GKG. Produksi beras tahun 2024 yaitu
sebesar 80,47 ribu ton mengalami penurunan sebanyak 3,69 ribu ton atau turun
4,39 persen dari tahun 2023 yaitu sebesar 84,16 ribu ton.
“Penurunan
produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk fenomena El Niño yang
berdampak pada mundurnya musim tanam karena kurang curah hujan. Akibatnya,
musim panen diperkirakan mundur ke Maret-April 2024. Bergesernya musim tanam
dapat digambarkan pada pengamatan Kerangka Sampel Area (KSA) di Kabupaten Batang yang
dilaksanakan secara rutin di tujuh hari setiap akhir bulan,” katanya saat
ditemui di Kantor BPS Batang, Kabupaten Batang, Rabu (12/3/2025).
Meskipun
mengalami penurunan, produksi padi di Provinsi Jawa Tengah, termasuk Kabupaten
Batang, tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap kebutuhan pangan
nasional. Pada akhir tahun 2024, produksi padi di Jawa Tengah mencapai
8.891.297 ton, dengan luas panen 1.554.777 hektare, menyumbang sekitar 16-17
persen dari kebutuhan pangan nasional.
“Kerangka
Sampel Area (KSA) merupakan pendekatan berbasis pengamatan dengan metode
pengamatan produksi padi yang berbasis citra satelit dan survei lapangan.
Metode ini untuk meningkatkan akurasi data produksi padi,” jelasnya.
Beberapa
tahapan dalam metode KSA meliputi : pemantauan pertumbuhan padi menggunakan
citra satelit dan pengamatan langsung di lapangan, penentuan luas panen
berdasarkan titik sampel yang telah ditetapkan, estimasi hasil produksi dengan
mengkombinasikan data pengamatan dan analisis spasial. Keunggulan Metode KSA
salah satunya dapat memberikan data yang lebih akurat tentang luas panen dan
produksi padi di suatu wilayah dibandingkan metode konvensional.
Heni
Djumadi juga menyebutkan, sejak 2018 metode KSA digunakan untuk penghitungan
luas panen padi. Luas panen padi dihitung berdasarkan pengamatan yang objektif
(objective measurement) menggunakan metodologi KSA yang dikembangkan oleh BPPT
dan BPS. Sampai saat ini, metodologi KSA menggunakan 25.577 sampel segmen
dengan lahan berbentuk bujur sangkar berukuran 300 m x 300 m (9 hektare) dan
lokasi yang tetap. Saat ini, total titik amatan Survei KSA dalam satu bulan
mencapai 230.193 titik amatan.
“Setiap
bulan, masing-masing sampel segmen diamati secara visual di sembilan titik
dengan menggunakan HP berbasis android sehingga dapat diamati kondisi
pertanaman di sampel segmen tersebut diantaranya persiapan lahan, fase
vegetatif awal, fase vegetatif akhir, fase generatif, fase panen, potensi gagal
panen, lahan pertanian ditanami selain padi, dan bukan lahan pertanian. Hasil
amatan kemudian difoto dan dikirimkan ke server pusat untuk diolah,” terangnya.
Pengamatan
yang dilakukan setiap bulan memungkinkan perkiraan potensi produksi beras untuk
3 (tiga) bulan ke depan dapat disediakan, sehingga dapat digunakan sebagai
basis perencanaan tata kelola beras yang lebih baik.
“Sedangkan
estmasi angka produktvitas padi diperoleh dari Survei Ubinan. Sejak tahun 2018,
BPS menggunakan hasil Survei KSA dalam penentuan sampel ubinan. Penggunaan
basis KSA dalam menentukan sampel ubinan bertujuan mengurangi risiko lewat
panen (non-response)
Berdasarkan
hasil pengukuran menggunakan metode ubinan dan KSA, produksi padi di Kabupaten
Batang mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kondisi cuaca, hama tanaman, ketersediaan air irigasi, dan penerapan teknologi
pertanian. Secara umum, wilayah dengan sistem irigasi yang baik cenderung
memiliki hasil panen lebih tinggi dibandingkan daerah yang bergantung pada
curah hujan.
“Selain
itu, penggunaan benih unggul, pupuk yang sesuai, serta penerapan metode
pertanian berkelanjutan juga berperan dalam meningkatkan produksi padi.
Pemerintah daerah bersama Dinas Pertanian setempat terus melakukan pendampingan
kepada petani agar produksi padi tetap optimal,” imbuhnya.
Untuk
memperoleh produksi padi dengan metode ubinan yaitu estimasi produksi dengan
sampel lapangan yang digunakan untuk memperkirakan hasil panen padi di suatu
lahan dengan cara mengambil sampel petak ubinan yang berukuran 2,5 m × 2,5 m
(6,25 m²). Dengan dukungan teknologi dan inovasi, diharapkan produksi padi di
Kabupaten Batang terus meningkat guna mendukung ketahanan pangan nasional. (MC
Batang, Jateng/Budi Santoso/Jumadi)