Rawan Punah, SMK Neswara Siapkan Pembatik Muda

Batang - Batik khas Kabupaten Batang yang dirasa menuju kepunahan, menginisiasi SMK Negeri 1 Warungasem (Neswara), berupaya meregenerasi pembatik. Lewat Gelar Inovasi Batik Batang jadi sarana menjaga tradisi membatik agar ragam motif khas Batang tetap lestari.
Batang - Batik khas Kabupaten Batang yang dirasa menuju kepunahan, menginisiasi SMK Negeri 1 Warungasem (Neswara), berupaya meregenerasi pembatik. Lewat Gelar Inovasi Batik Batang jadi sarana menjaga tradisi membatik agar ragam motif khas Batang tetap lestari.
Kepala
SMK Neswara Suyanta mengatakan, untuk mencegah kepunahan itu, pihaknya bekerja
sama dengan Institut Pluralisme Indonesia (IPI). Para pelajar dilatih melalui
diklat khusus, cara membatik oleh praktisi, agar mahir dan mampu meregenerasi
di masa depan.
“Selama
tiga hari, kami mengundang pelajar SD hingga SMA/SMK, untuk mengapresiasi
gelaran tersebut. Workshop membatik menghadirkan praktisi batik, agar bisa
dipaparkan kepada pemangku kebijakan, sehingga batik khas Batang bisa mendunia,”
katanya, saat ditemui di Neswara, Kabupaten Batang, Senin (24/2/2025).
Sebagai
putra daerah, Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI), William Kwan merasa
prihatin dengan kondisi batik khas Batang yang mulai ditinggalkan generasi
mudanya.
“Motif
batik yang terkesan kuno, menjadikan gen z, merasa kurang tertarik untuk
mendalami dunia membatik, maka perlu inovasi dan trik, agar mereka mau
mempelajari,” jelasnya.
Beberapa
percobaan telah diintensifkan di antaranya, pelatihan membatik tanpa
difasilitasi pemerintah, nyatanya dari 20 peserta, lahirlah satu pembatik yang
intens membatik hingga sekarang.
“Artinya,
jika pola ini diterapkan di daerah bukan penghasil batik, bisa menelurkan
pembatik muda baru, yang cinta membatik,” tegasnya.
Cara
lain, kolaborasi dengan lembaga pendidikan, seperti IPI dengan pelajar SMK
Neswara, lewat gelaran inovasi maupun penerapan materi ekstrakurikuler
membatik.
“Metode
ini paling efektif untuk meregenerasi pembatik dari kalangan muda untuk terus
mengkaryakan batik khas Batang agar makin dikenal publik,” tuturnya.
Sementara
itu, Kasi SMK Cabdin 13 Nuniek Mustikaningtyas Runtuweni mengapresiasi
kolaborasi antara lembaga pendidikan dengan institusi pemerhati batik.
“Bersyukur
sekali, IPI bersama perusahaan yang perhatian akan kelestarian batik khas
Batang karena jika diintensifkan keberadaannya makin dikenal luas,” ungkapnya.
Khusus
di Cabdin 13, penerapan materi ekstrakurikuler membatik, telah diterapkan di
SMK Negeri 1 Warungasem, SMK Negeri 3 Pekalongan, SMK PGRI Batang dan SLB
Batang.
Pelajar
SDN Kalibeluk 2, Fendi mengaku sangat tertarik dengan keterampilan membatik
yang baru dipelajarinya dari para pelajar SMK Neswara.
“Tadi
diajari buat motif lumba-lumba, prosesnya nggak lama, gampang, tapi paling suka
ya motif mobil,” ungkapnya.
Pelajar
SLB Negeri Batang Ikmal menyampaikan, tak menemui kesulitan untuk membuat motif
karena selama ini mendapat pelajaran membatik.
“Tadi
gampang buatnya motif bulan paling suka karena di sekolah biasa bikin,” ujar
dia. (MC Batang, Jateng/Heri/Sri Rahayu)