Puluhan Perupa Tampilkan Karya Bertema Memorial

Batang - Puluhan lukisan karya para maestro seni rupa dari berbagai daerah dipamerkan, memanjakan mata penikmatnya untuk menyelami masa silam. Pameran bertajuk "PartiSpasi" menggambarkan jarak antara perupa dengan kenangan, lingkungan maupun penciptanya, dalam berbagai ekspresi.
Batang - Puluhan lukisan karya para maestro seni rupa dari berbagai daerah dipamerkan, memanjakan mata penikmatnya untuk menyelami masa silam. Pameran bertajuk "PartiSpasi" menggambarkan jarak antara perupa dengan kenangan, lingkungan maupun penciptanya, dalam berbagai ekspresi.
Ketua
panitia Land Art #2, Serbuk Pensil, Saiful Bassyar mengatakan, pameran tersebut
digelar untuk membangkitkan kenangan masa lalu para perupa lewat sebuah karya.
“23
karya dipamerkan mulai 14-18 Februari 2025, menghadirkan 19 seniman dari
Batang, 3 dari Pekalongan dan 1 dari Blora,” katanya, saat ditemui di Sanggar
Pekerti, Desa Kalipucang Kulon Batang, Kabupaten Batang, Jumat (14/2/2025)
malam.
Selaku
kurator Daniel Farits menerangkan, pameran ini menjadi sangat penting, bagi
perupa maupun penikmatnya karena menyimpan memori tersendiri.
“Semoga
kita selalu mengenang semua yang di benak kita, ada kenangan baik dan pahit
yang dijadikan pembelajaran,” harapnya.
Salah
satu perupa asal Singokerten, Arief Hadinata menceritakan karyanya berjudul
"Kupu-Kupu yang Lucu", adalah penggambaran barang bekas.
“Saya
menggambarkan barang bekas yang bercerita keluh kesahnya, divisualisasi sosok
manusia dikelilingi kupu yang rindu masa kecilnya,” jelasnya.
Pelukis
asal Batang, Bayhaqi dengan karya "Dream Flow" yang mencerminkan
pesan mendalam tentang cita-cita akhir manusia adalah kematian.
“Disimbolkan
seekor burung yang mati dengan bahagia di atas apel yang bermakna ketenangan
karena selama hidup mengikuti garis kehidupan yang ditentukan Tuhan,”
terangnya.
Salah
satu pengunjung, Wito terkesan pada lukisan yang mengingatkan masa kecilnya,
ketika ingin menonton acara televisi harus rela berdesakan.
“Nyong
kelingan jaman mbiyek tahun 70' we...nonton tipi nang tonggo.. marak'i sing
nduwe sak kampung siji totok. (Saya teringat dahulu tahun 70', melihat acara
televisi di tetangga karena sekampung yang punya cuma satu),” tuturnya.
Sementara
itu, Wakil Ketua II DKD Batang Ahmad Zaenuri membenarkan, tiap kali seniman
berkarya tidak lepas dari keresahan di lingkungannya.
“Kalau
sampai seniman tidak peduli dengan lingkungannya, patut dipertanyakan
kesenimanannya, maka pantas begitu dekat jarak mereka dengan lingkungannya,” ujar
dia. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)