Upaya Eliminasi TBC, Pemkab Batang Gencarkan Pantauan
Batang - Bak fenomena gunung es, penderita Tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Batang hingga kini sulit diketahui jumlah pastinya. Pasalnya, penderita hanya dapat terpantau pasca berobat ke fasilitas kesehatan, maka Pemkab setempat bersama lintas sektor mulai menggencarkan pemantauan intensif.
Batang -
Bak fenomena gunung es, penderita Tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Batang hingga
kini sulit diketahui jumlah pastinya. Pasalnya, penderita hanya dapat terpantau
pasca berobat ke fasilitas kesehatan, maka Pemkab setempat bersama lintas
sektor mulai menggencarkan pemantauan intensif.
Sebagai
tindak lanjut arahan dari Pemerintah Pusat, Pemkab berupaya mensinergikan pola
untuk menurunkan jumlah penderita TBC di tahun 2030.
Penjabat
(Pj) Sekda Batang Ari Yudianto mengatakan, untuk mengeliminasi TBC di Kabupaten
Batang perlu aksi nyata dari masing-masing instansi.
“TBC
itu penyakit menular, jadi jika tidak kita tangani sejak awal dikhawatirkan
akan lebih banyak yang tertular,” katanya, usai menjadi pembicara dalam Rencana
Aksi Daerah Penanggulangan TBC, di Aula Dinkes Batang, Kabupaten Batang, Kamis
(1/8/2024).
Penularan
bisa datang dari berbagai komunitas, maka dibutuhkan pula langkah promosi
kesehatan dari dinas terkait didukung peran serta lintas sektor.
“Tidak
hanya Dinkes saja, tapi Kemenag yang memantau di lembaga pendidikan di
bawahnya, Disdikbud, Disnaker memantau karyawan perusahaan termasuk TNI/Polri
lewat institusinya terjun ke masyarakat,” jelasnya.
Berdasarkan
data dari Dinkes setempat, terpantau jumlah penderita TBC mencapai 1.800 orang,
dengan intensitas jumlah penderita yang rutin berobat sebesar 92 persen.
Sementara
itu, Kepala Dinkes Batang Didiet Wisnuhardanto mengatakan, pengobatan yang
dilakukan belum 100 persen karena masih banyak penderita yang enggan berobat
karena berbagai faktor.
“Seringkali
penderita TBC kalau tidak ada keluhan itu tidak mau berobat, makanya seperti
fenomena gunung es, atasnya saja yang kelihatan,” terangnya.
Terkait
TBC pada anak, penularan terjadi bukan dari sesama anak, melainkan dari orang
dewasa di sekitar mereka.
“Mereka
bisa tertular dari orang tua, di sekolah, bahkan dari pembantu atau
pengasuhnya. Kalau pengobatan untuk anak tentu berbeda dari takaran dosisnya
saja,” pungkasnya. (MC Batang, Jateng/Heri/Sri Rahayu)