Telusuri Jejak Serabi Kalibeluk, Kuliner Khas Era Mataram
Batang - Serabi Kalibeluk kuliner yang lekat di lidah warga Kabupaten Batang bahkan luar daerah. Keberadaanya bukan tanpa alasan, namun dibelik cita rasa khasnya, ada fakta sejarah yang menarik untuk diulik.
Batang - Serabi
Kalibeluk kuliner yang lekat di lidah warga Kabupaten Batang bahkan luar
daerah. Keberadaanya bukan tanpa alasan, namun dibelik cita rasa khasnya, ada
fakta sejarah yang menarik untuk diulik.
Tim penggali Warisan
Budaya Takbenda (WBTb) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten
Batang berupaya menelusuri fakta-fakta unik yang belum terungkap sepenuhnya
dari para nara sumber.
Salah satu anggota tim
Nurrochim mengatakan, penelusuran dilakukan untuk mengangkat Serabi Kalibeluk
sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb).
“Kami mengunjungi
beberapa perajin Serabi Kalibeluk, yang ternyata semua perajinnya masih ada
ikatan keluarga. Ini dilakukan untuk menggali sejarah, bahan baku dan peralatan
yang digunakan, proses pembuatan, penyajian hingga pemasaran,” katanya, saat
ditemui, di kediaman salah satu perajin Serabi Kalibeluk, Dukuh Proto, Desa
Kalibeluk, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, Kamis (27/7/2023).
Dalam penulisan WBTb
nantinya, memerlukan survei ke tempat produksi untuk melihat langsung proses
pembuatan dan didokumentasikan berbentuk gambar maupun vidio perbincangan
dengan perajin, sehingga memperkuat data dan informasi yang dibutuhkan.
“Salah satu syaratnya
harus ada dua generasi yang melestarikan. Dan di wilayah Dukuh Proto sudah ada
regenerasi produksi kuliner tersebut,” jelasnya.
Salah satu perajin
Serabi Kalibeluk Slamet Suud mengatakan, asal mula dikenal sebagai sentra
produksi Serabi Kalibeluk berawal dari kisah Nyi Rantamsari dari Desa Kalisalak
yang akan dipinang oleh Sultan Hanyokrokusumo atau Sultan Agung dari Kesultanan
Mataram, melalui perantara Tumenggung Bahurekso.
“Ternyata setelah
melihat kecantikan Nyi Rantamsari, Tumenggung Bahurekso justru terpikat.
Sebagai penggantinya, dipilihlah Endang Wirati sebagai permaisuri Sultan Agung,”
tuturnya.
Setelah sampai di
Keraton Mataram, dan disambut dengan meriah, keanehan pun terjadi, Endang
Wirati langsung pingsan begitu duduk di singgasana.
“Setelah ditanya oleh
salah seorang pembesar keraton, ia mengaku bahwa nama sebenarnya Endang Wirati,
putri dari Randinem penjual serabi yang diminta Tumenggung Bahurekso untuk
menggantikan Nyi Rantamsari,” terangnya.
Mendengar hal itu,
Sultan tak berkenan dan menghukum Tumenggung Bahurekso membuka hutan "Alas
Roban". Berbeda dengan Endang
Wirati, yang justru diminta kembali ke Desa Kalibeluk untuk meneruskan usaha
ibunya. Hingga kini usaha tersebut dilestarikan oleh keturunannya secara turun
temurun sampai pada Mundriyah, nenek dari Slamet Suud.
Surini perajin Serabi
Kalibeluk lainnya, yang merupakan bibi dari Slamet Suud menuturkan, saat ini
usaha tersebut masih dilanjutkannya bersama putrinya Wafakiyah.
“Ya anak saya nanti
yang meneruskan mulai dari membuat adonan, mengolah sampai nyetak. Pembeli
biasanya datang langsung, ada yang untuk hajatan atau oleh-oleh harganya Rp14
ribu per paketnya,” ujar dia.
Cita rasa yang khas,
membuat konsumen dari luar kota rela datang langsung ke tempat produksi. Salah
satunya, Putri dari Pekalongan yang telah berlangganan sejak bertahun-tahun
lalu.
“Ini saya beli buat oleh-oleh saudara dari
Bekasi. Rasanya lebih enak di sini karena lembut, beda kalau di tempat lain,” pungkasnya.
(MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)