Biogas Sebagai Energi Alternatif Desa Wonokerso Batang
Batang - Kekayaan sumber daya alam di bumi pertiwi sangat luar biasa sekali, seperti gas alam dan minyak bumi. Akan tetapi, penggunaannya tidak bisa terus menerus dilakukan karena bahan baku di alam semakin berkurang harus ada inovasi energi alternatif yang menjajikan.
Batang - Kekayaan
sumber daya alam di bumi pertiwi sangat luar biasa sekali, seperti gas alam dan
minyak bumi. Akan tetapi, penggunaannya tidak bisa terus menerus dilakukan
karena bahan baku di alam semakin berkurang harus ada inovasi energi alternatif
yang menjajikan.
Salah satu energi
alternatif yang bisa menjamin kebutuhan energi untuk masyarakat adalah energi
biogas. Energi biogas adalah energi yang dihasilkan dari limbah organik seperti
kotoran ternak.
Seperti inovasi yang
dilakukan di Desa Wonokerso Kecamatan Limpung Kabupaten Batang membuat program
energi biogas.
“Awalnya, pihak desa
mengajukan bantuan untuk kelompok ternak sapi di Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Tapi justru ditawari program biogas yang berada Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) Jateng,” kata Kepala Desa Wonokerso Muhamidin (51) saat
ditemui di Kantor Desa Wonokerso, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang, Sabtu
(25/6/2022).
Program itu sudah
diajukan sejak tahun 2020, tapi baru terlaksana pada 2022 karena Pandemi COVID-19.
Alasan desanya terpilih karena banyak warga yang beternak sapi. Ada 25 peternak
sapi di Desa Wonokerso.
“Program biogas baru
berjalan April 2022. Pemanfaatan baru efektif setelah lebaran lalu yang berasal
dari bantuan program Biogas Swakelola dengan total anggaran Rp165.000.000,00
pada tahun 2021 sebanyak 6 unit untuk 4 desa dan pada tahun 2022 pengajuan
kembali sebanyak 15 unit untuk 3 desa dengan total anggaran Rp324.000.000,00,”
jelasnya.
Biogas yang Ia gagas
ini terdapat penolakan oleh masyarakat khususnya yang mempunyai ternak sapi. Mereka
merasa biogas akan merugikannya, karena mengambil kotoran sapi yang biasanya
menghasilkan pupuk kandang.
Tetapi, lanjut dia,
setelah adanya sosialisasi dari pihak desa akhirnya mendapatkan respon yang
bagus dari masyarakat. Bahwa adanya biogas di desa akan memberikan mereka tiga
manfaat sekaligus dari kotoran sapi tidak hanya menjadi pupuk kandang saja.
“Namun biogas sendiri
dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber alternatif untuk memasak. Selain
itu, biogas dapat juga menghasilkan pupuk cair dan pupuk kandang yang bisa
menghasilkan nilai ekonomis,” ungkapnya.
Biogas juga memberikan
kebersihan pada lingkungan sekitar dari bau, serangga dan petogen yang berasal
dari timbunan kotoran sapi yang tadinya dibiarkan.
“Proses penguraian
kotoran sapi menjadi gas dinamakan anaerobik
digester yang dimaksud teknologi yang memanfaatkan proses biologis
dimana bahan organik oleh mikroorganisme
anaerobik terurai dalam ketiadaan oksigen terlarut atau di ruang kedap udara. Komponen utama
dari energi biogas ini adalah gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2),”
terangnya.
Kedua gas tersebut
dapat dibakar atau dioksidasi dan melepas energi, sehingga energi tersebutlah
yang dapat dimanfaatkan manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi,
besarnya komponen gas tersebut tergantung pada proses anaerobik dan komposisi dari bahan dasar pembuatan energi biogas.
Semakin besar kandungan metana dari energi biogas, maka akan semakin besar juga
energi yang bisa dihasilkan dari biogas tersebut.
“Untuk biaya pembuatan
per unit biogas bisa bervariasi tergantung ukuran yang dibuat. Untuk ukuran
biogas antara 6 m3 atau kubik hingga 100 m3 atau kubik memerlukan biaya sebesar
Rp18.000.000,00 sampai Rp200.000.000,00,” ujar dia.
Ukuran biogas untuk
satu rumah tangga memakai ukuran 6 m3 atau kubik hingga 8 m3 atau kubik yang
setara dua ekor sapi. (MC Batang, Jateng/Roza/Jumadi)