Ubah Limbah Kayu Jadi Jam Tangan Menawan
Batang - Nur Faisal Edi Nugroho (35), warga Desa Subah, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, memanfaatkan limbah kayu untuk dijadikan jam tangan yang menawan.
Batang - Nur Faisal Edi Nugroho (35), warga Desa
Subah, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, memanfaatkan limbah kayu
untuk dijadikan jam tangan yang menawan.
Sebelum menekuni
pekerjaan membuat jam tangan kayu, Faisal hanya berprofesi sebagai guru honorer
di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Subah.
Karena untuk kebutuhan
sehari-hari dirasa kurang mencukupi, ia pun mulai memutar otak dengan membuat
kerajinan jam tangan yang berasal dari limbah kayu.
Idenya ini tercetus
sejak April 2019 lalu, berbekal dari hobi mengoleksi jam tangan dengan beragam
model, serta kesukaannya mengotak-atik jam, Faisal mulai memproduksi jam tangan
pertamanya yang berasal dari limbah kayu jati secara autodidak dan diberi label
atau brand “Owa Watch”.
“Awalnya bahan baku
yang saya gunakan hanya limbah kayu jati, karena di Kecamatan Subah ini banyak
produksi meubel dan bak truk yang limbah kayunya tak terpakai, bahkan hanya
dijadikan kayu bakar. Oleh karena itu, saya tergerak untuk mengolah limbah kayu
jati menjadi jam tangan,” jelasnya saat diwawancarai di rumahnya, Senin (18/1/2021).
Selain limbah kayu
jati, Faisal juga memproduksi jam tangan dari limbah kayu lain seperti, kayu
maple, sonokeling, kelapa, dan sekarang mulai berkembang ke jam tangan dari
limbah kayu sawo.
Berbeda dengan produksi
jam tangan kayu lainnya, Faisal juga membeberkan, jam tangan kayu hasil
produksinya memiliki ciri khas tersendiri, yaitu dari segi bahan baku dan
modelnya. Untuk bahan baku yaitu dari pemanfaatan limbah kayu yang tak
terpakai, sedangkan untuk modelnya mengusung tema abstrak timbul.
“Jadi, harapannya jam
tangan kayu ini cocok untuk dipakai dalam momen apapun, baik formal maupun non
formal, karena jam tangan kayu ini klasik, namun terlihat mewah,” ungkapnya.
Saat ini, Faisal
bersama enam karyawannya mampu menghasilkan sekitar lima jam tangan kayu dalam
sehari dengan omset penjualan mencapai Rp13 juta hingga Rp14 juta per bulan. Di
masa pandemi seperti sekarang, dalam sehari, 2-3 jam tangan, laku terjual.
Untuk proses
pembuatannya, Faisal pun mengaku tetap
mempertahankan warna asli kayu serta motif alami yang keluar setelah kayu
diamplas. Saat finishing, ia hanya mengoleskan cat khusus untuk kayu.
Produk jam tangan kayu
hasil produksinya, selain dipasarkan secara lokal, juga secara online dengan memanfaatkan market place dan dikirim ke Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, Semarang, Bali, Nusa Tenggara Timur, bahkan hingga ke
Papua.
“Untuk harga, jam
tangan kayu dijual Rp250.000,00 hingga Rp500.000,00 per buah, tergantung dari
bahan baku dan modelnya,” terangnya.
Ia berharap, produk jam
tangan kayu miliknya dapat lebih dikenal oleh masyarakat dan bisa menginspirasi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lain khususnya di Kabupaten Batang dan
di Indonesia pada umumnya. (MC Batang, Jateng/Siska/Ardhy)