RUU Cipta Kerja Diharapkan Membawa Kebaikan Bagi Pekerja
Batang - Hingga saat ini Omnibus Law Cipta Kerja masih dalam tahap Rancangan Undang-Undang (RUU), sehingga Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Batang belum dapat menyampaikan isinya secara gamblang kepada kaum pekerja.
Batang - Hingga saat ini Omnibus Law Cipta Kerja
masih dalam tahap Rancangan Undang-Undang (RUU), sehingga Dinas Ketenagakerjaan
(Disnaker) Kabupaten Batang belum dapat menyampaikan isinya secara gamblang
kepada kaum pekerja.
Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala Disnaker Batang
Tulyono saat ditemui di Kantor Disnaker Kabupaten Batang, Rabu (11/3/2020).
“Kalau memang Omnibus Law ini untuk kebaikan kaum
pekerja dan pengusaha, mudah-mudahan akan lebih baik. Jangan sampai adanya
peraturan baru, justru membuat gaduh dan suasana tidak nyaman bagi pekerja,”
jelasnya.
Dijelaskannya, beberapa waktu lalu perwakilan kaum
pekerja telah berdiskusi dengan Disnaker tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Dari hasil pertemuan itu, kaum pekerja merasa keberatan dengan salah satu
rencana perubahan peraturan pengupahan yang semula berpedoman pada Upah Minimum
Kabupaten (UMK) menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Perwakilan pekerja meminta supaya bisa menyampaikan
aspirasi kepada Bupati Batang Wihaji, namun harus membuat surat terlebih dahulu
supaya tuntutan yang ingin disampaikan itu jelas. Kami pun tidak bisa
memutuskan secara sepihak, tetapi harus seizin dari Bupati,” terangnya.
Ia berharap, kepada kaum pekerja maupun pengusaha
jika terdapat suatu permasalahan, usahakan tidak langsung menggelar unjuk rasa,
tetapi mengutamakan musyawarah.
Sementara itu, ditemui secara terpisah, Ketua
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT. Primatexco, Mugi Ramanu
mengatakan, kaum pekerja merasa dirugikan dengan adanya RUU Omnibus Law Cipta
Kerja dalam hal pesangon.
“Jadi Omnibus Law ini, merevisi Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 dari pasal 156-159 tentang pesangon. Kalau dulu besaran pesangon
mencapai 32 kali gaji, sekarang dengan munculnya Omnibus Law pesangon jadi
berkurang menjadi 17 yaitu jumlah pesangon 8 kali gaji dan penghargaan masa kerja
cuma 9 kali gaji,” pungkasnya.
Disamping itu, hal lain yang merugikan kaum pekerja
antara lain : adanya pekerja kontrak dengan upah per jam, adanya kesempatan
bagi pekerja kasar asing untuk masuk ke Indonesia padahal pengangguran di
negara kita masih banyak.
“Kami harap dapat berdiskusi dengan Bupati supaya
bisa menyampaikan aspirasi dari para kaum pekerja, agar menemukan solusi
terbaik menyikapi RUU Omnibus Law,” pintanya. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)