Home / Berita / Sosial / KOREM 071/WK CEGAH BAHAYA RADIKAL PADA KAUM MILENIAL

Berita

Korem 071/WK Cegah Bahaya Radikal Pada Kaum Milenial

Batang - Korem 071/Wijaya Kusuma menggelar Pembinaan Teritorial (Binter) Terpadu, dengan mengajak generasi milenial, dari perwakilan pelajar SMA/SMK/MA untuk mencegah dan menangkal terjadinya radikalisme, di aula SMAN 2 Kabupaten Batang, Rabu (13/11/2019).

Menariknya, sosialisasi disampaikan langsung oleh Wartoyo, seorang mantan teroris, agar paparan materi lebih meyakinkan, bahwa tindakan terorisme tidak dibenarkan oleh agama maupun negara.

Kasiter Korem 071/Wijaya Kusuma, Letkol Inf Sapto Broto mengemukakan, generasi milenial merupakan aset emas bangsa, yang mahal harganya. Maka Korem berupaya keras agar kaum milenial tidak mudah terpapar bahaya terorisme maupun virus penyalahgunaan narkoba, dengan menghadirkan langsung orang yang pernah terjangkit virus terorisme.

“Saya bawa Pak Wartoyo supaya bercerita tentang cegah tangkal radikalisme, otomatis kan kaitannya dengan teroris. Ketika yang bicara itu adalah orang yang pernah merasakan tajamnya pisau, akan lebih mengena kepada kaum milenial,” ujarnya.

Letkol Inf Sapto berpesan untuk membentengi diri, harus diperdalam ilmu agama masing-masing.

Menurut salah seorang mantan teroris Wartoyo, melihat perkembangannya tidak berbeda jauh, cuma permasalahannya kalau dulu pelaku-pelaku teror itu, tidak mengena ke pelajar. Kalau sekarang tidak memandang hal itu, siapa saja yang mau diajak, ayo diajak jadi teroris.

Pria yang pernah terpapar paham radikalisme selama lima tahun itu menjelaskan, penyebab utama orang mudah terjangkiti virus terorisme, karena generasi milenial kurang memahami tentang agamanya sendiri serta tidak memahami cara hidup berbangsa dan bernegara yang benar.

“Mereka tidak mengerti apa-apa yang mereka iming-iming (tawarkan), bahwasannya hanya dusta belaka, tidak sesuai dengan yang ada dalam Alquran ataupun hadist,” katanya.

Wartoyo mengungkapkan alasan mengapa akhirnya ia menemukan kesadaran dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Manusia itu terkadang ada titik ujungnya, di mana dia menyadari, tapi malu mengungkapkannya. Maka suatu saat saya merenung, kalau Allah itu maha pengampun, pasti negara ini juga memaafkan, tentang kekhilafan yang pernah saya lakukan,” paparnya.

Dari situlah, lanjutnya saya berusaha bangkit kembali dari keterpurukan, hingga saat ini.

“Saya berpesan kepada para anak muda, didiklah diri kalian dengan iman dan Islam yang benar. Radikal itu bukan dari Islam, radikal itu suatu kelompok atau perorangan yang ingin mengubah sesuatu dengan cara yang tidak dibenarkan agama dan negara,  bahkan hingga mengakibatkan korban jiwa,” tandasnya.

Salah seorang peserta, Kanaya Kaliya Maharani menuturkan, untuk membentengi diri dari bahaya radikalisme semaksimal mungkin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua dan menghormati keberagaman di Indonesia. (MC Batang, Jateng/Heri)